saya mengambil ini dari e-iman-s.blogspot.com dengan maksud dan tujuan bukan sebagai penjiplakan melainkan saya sangat tertarik dengan artikel ini dan ingin mengarsipkan hehehe maklum saya suka lupa menyimpan file
ECONOMIC VALUE ADDED SEBAGAI UKURAN KINERJA
DAN FILOSOFI PERUSAHAAN
Pendahuluan
Setiap entitas bisnis (perusahaan) mempunyai tujuan untuk memaksimalkan kekayaan para pemegang saham dengan meningkatkan nilai perusahaan dan semua aktivitas perusahaan harus diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Keberhasilan entitas bisnis dalam memaksimalkan nilai perusahaan tergantung pada efektivitas gabungan tujuan antara tujuan para pemegang saham dan manajer melalui rancangan skema insentif yang tepat, meningkatkan produktivitas, memperluas jaringan dengan pemasok, distributor dan pemerintah yang efisien serta dengan mengurangi biaya transaksi. Dalam rangka mencapai keselarasan tujuan (goal congruence), kompensasi manajer sering dihubungkan dengan kinerja suatu pusat tanggung jawab dan juga dengan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, pemilihan ukuran kinerja yang tepat adalah tahapan yang kritis bagi keberhasilan suatu perusahaan. Sebagian besar ukuran kinerja secara langsung berhubungan dengan laba bersih perioda sekarang, total aktiva, penjualan bersih. Contohnya adalah return on equity (ROE), return on assets (ROA), return on investment (ROI) dan operating profit margin. ROE mengukur kinerja dari perspektif pemegang saham, ROA mengukur imbal-hasil perusahaan yang diperoleh melalui pendayagunaan total aktiva, ROI mengukur tingkat pengembalian investasi (rasio perbandingan antara pendapatan yang dilaporkan pada laporan keuangan dengan aktiva yang digunakan) dan operating profit margin mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan melalui operasi perusahaan. Sedangkan laba bersih tergantung pada efisiensi operasi, financial leverage dan kemampuan perusahaan untuk merumuskan strategi yang tepat untuk menghasilkan keuntungan yang memuaskan.
Penilaian kinerja menggunakan ukuran-ukuran di atas lebih menitikberatkan pada maksimalisasi rasio laba daripada jumlah laba absolut, kurang mendorong manajer suatu divisi untuk menambah investasi dan sifatnya hanya jangka pendek sehingga dalam jangka panjang ada kemungkinan terjadi pertentangan dengan tujuan perusahaan. Pengukuran kinerja menggunakan ukuran seperti ROE, ROE dan ROI dapat menimbulkan perilaku disfungsional para manajer. Economic Value Added (EVA) membantu mendorong jenis perilaku yang benar dari para manajer dengan menunjukkan bahwa penekanan semata-mata pada pendapatan operasional tidaklah cukup.
Economic Value Added
Konsep EVA dikembangkan oleh Joel Stern dan Bennett Stewart, co-founders perusahaan konsultan Stern Stewart & Company, EVA merupakan merek dagang Stern Stewart & Company. Konsep EVA didasarkan pada prinsip bahwa perusahaan mampu menciptakan kekayaan untuk para pemegang saham hanya apabila manajer mampu menghasilkan surplus melebihi total cost of capital yang diinvestasikan. EVA adalah jumlah uang, bukan rasio. EVA dapat diperoleh dengan mengurangkan beban modal (capital charge) dari laba operasi bersih (net operating profit). EVA diukur dengan cara sebagai berikut:
EVA = Net profit – Capital charge
Capital charge = Cost of capital X Capital employed
Capital = total assets – non interest bearing debt, at the beginning of the year
Cost of capital =( cost of equity X proportion of equity) + ( cost of debt(1-tax
rate) X proportion of debt in the capital)
Cara lain EVA = Capital employed (ROI – Cost of capital)
Yang dimaksud dengan cost of capital adalah weighted average cost of capital (WACC), sedangkan cost of equity umumnya dihitung dengan menggunakan model CAPM yang menghubungkan tingkat pengembalian aset dengan risiko aset. Dari persamaan di atas, dapat diketahui kunci keunggulan EVA adalah bahwa EVA menekankan pada laba operasi setelah pajak (laba bersih) dan cost of capital aktual. Sehingga EVA menghubungkan laba dengan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapainya. EVA merupakan estimasi laba ekonomik perusahaan yang sebenarnya dan hal itu jelas berbeda dengan laba akuntansi. EVA menggambarkan laba residu yang tersisa setelah cost of capital, termasuk modal ekuitas, sedangkan laba akuntansi ditentukan tanpa membebankan modal ekuitas
Perusahaan dapat memotivasi para manajernya untuk mengarahkan usaha mereka pada maksimalisasi nilai perusahaan dengan cara, pertama mengukur nilai perusahaan dengan benar dan kedua dengan memberikan insentif kepada para manajer untuk menciptakan nilai. Kedua hal itu merupakan keadaan saling tergantung dan melengkapi. Dengan melihat kedua hal tersebut, maka EVA mempunyai peranan sebagai ukuran kinerja dan sebagai filosofi perusahaan. Sebagai ukuran kinerja, EVA mampu menghasilkan ukuran kinerja yang lebih akurat, komprehensif dan memberikan penilaian yang wajar atas kondisi perusahaan. EVA dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi yang mampu mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan, karena cost of capital dihitung secara rata-rata tertimbang berdasarkan komposisi struktur modal yang ada.
EVA sebagai filosofi perusahaan, ketika perusahaan menerapkan EVA di semua level proses pengambilan keputusan manajerial, EVA mendorong manajer untuk menggunakan sumber daya hanya pada aktivitas yang meningkatkan nilai dan untuk menyelaraskan tujuan para pemegang saham dengan manajer serta mengurangi biaya keagenan (agency cost). Hal ini melibatkan dua hal, pertama menghubungkan paket kompensasi manajer dengan EVA dan kedua, menanamkan budaya untuk mengevaluasi setiap tindakan dari sudut pandang bahwa itu akan menghasilkan EVA. Bagaimanapun, dengan budaya EVA, fokus perusahaan secara keseluruhan adalah surplus ekonomi pada setiap aktivitas perusahaan.
EVA sebagai Ukuran Kinerja
EVA merupakan ukuran lebih baik bila dibandingkan dengan ukuran kinerja lain dalam empat hal yaitu lebih mendekati arus kas perusahaan yang sebenarnya; mudah dihitung dan dipahami; mempunyai korelasi yang lebih tinggi dengan nilai pasar perusahaan; dan penggunaan EVA dalam kompensasi karyawan mendorong keselarasan tujuan antara manajer dengan para pemegang saham, sehingga hal ini akan mengurangi perilaku disfungsional para manajer. Jika EVA benar-benar menggambarkan arus kas perusahaan yang sebenarnya, mudah dihitung dan dipahami, maka secara otomatis EVA memiliki korelasi positif yang lebih kuat terhadap perubahan-perubahan dalam nilai pasar perusahaan. EVA seharusnya dapat mengurangi perilaku disfungsional manajer ketika digunakan sebagai ukuran insentif. Dengan kata lain, hubungan yang dekat dengan penilaian pasar dan menyatukan kepentingan manajer dengan kepentingan para pemegang saham merupakan ciri khas EVA sebagai ukuran kinerja yang lebih baik. EVA digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajer sebagai bagian dari program pemberian insentif, alasannya adalah EVA menunjukkan nilai tambah selama perioda tertentu dan EVA dapat diterapkan kepada unit-unit bisnis atau unit lainnya dari suatu perusahaan yang besar.
Keunggulan EVA sebagai ukuran kinerja tidak lepas dari kelemahan ukuran kinerja lain seperti ROI, ROA dan ROE yang didasarkan pada angka akuntansi. Salah satu kelemahannya adalah mengabaikan cost of equity dan hanya mempertimbangkan cost of debt. Sebagai hasilnya, hal itu akan mengabaikan risiko inheren suatu proyek dan gagal untuk menyoroti apakah tingkat pengembalian sepadan dengan risiko aset yang mendasarinya. Contohnya, keputusan-keputusan yang meningkatkan ROI suatu pusat investasi dapat menurunkan laba keseluruhan. Jika suatu pusat investasi sekarang memiliki ROI 30%, manajer dapat meningkatkan ROI dengan menjual aktiva yang ROI-nya 25%. Tetapi jika keseluruhan cost of capital yang terkait di pusat investasi tersebut kurang dari 25% maka laba absolut setelah mengurangkan cost of capital akan merupakan penurunan bagi pusat investasi tersebut. Pemakaian EVA sebagai ukuran berkaitan dengan permasalahan tersebut. Jika kinerja suatu pusat investasi diukur dengan EVA, maka investasi-investasi yang menghasilkan laba di atas cost of capital akan meningkatkan EVA dan oleh karena itu, akan lebih menarik para manajer.
Jika manajer mengetahui bahwa kinerja mereka diukur dengan EVA dan kompensasi yang akan diterima juga dihubungkan dengan EVA, maka manajer akan meningkatkan EVA dengan cara peningkatan ROI melalui business process reengineering dan productivity gains, tanpa menaikkan dasar investasi; divestasi aktiva, produk dan/atau bisnis yang ROI-nya kurang dari cost of capital; investasi agresif yang baru dalam aktiva, produk, dan/atau bisnis yang ROI-nya melebihi cost of capital; dan peningkatan penjualan, margin laba atau efisiensi modal. Ketika manajer melakukan salah satu atau lebih hal di atas maka nilai perusahaan akan meningkat. Jadi meningkatkan EVA secara teoritis akan meningkatkan nilai perusahaan dan karenanya ini adalah ukuran yang bagus bagi kinerja manajer.
Walaupun EVA sebagai ukuran kinerja memiliki keunggulan dibandingkan ukuran kinerja lainnya, masih banyak perusahaan yang mengalami kesulitan berkenaan dengan EVA. Kesulitan yang dihadapi kebanyakan perusahaan adalah menghitung cost of capital yang terpakai dan menghitung cost of equity dengan model CAPM. Dua langkah untuk menghitung cost of capital yang terpakai yaitu menentukan biaya tertimbang rata-rata atas modal (dalam persentase) dan menentukan total jumlah modal yang dipakai. Untuk menghitung biaya tertimbang rata-rata atas modal, perusahaan harus mengidentifikasi seluruh sumber dana yang diinvestasikan. Perhitungan cost of equity memakai model CAPM mendatangkan kesulitan tersendiri, karena sulit untuk mengukur berapa risk-free-rate of return, beta dan market premium.
Kesulitan makin bertambah jika perusahaan berada pada lingkungan ekonomi, dimana suku bunga berfluktuasi, indeks pasar modal mempunyai volatilitas yang tinggi dan kebijakan pemerintah yang tidak jelas. Oleh karena itu, EVA sebagai ukuran kinerja perusahaan lebih tepat diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang kondisi perekonomiannya stabil. Kesulitan lainnya adalah EVA tidak dapat memberikan sinyal masa depan. EVA adalah ukuran perioda tunggal dan didasarkan pada peristiwa yang sudah terjadi. Jadi nilai EVA sekarang tidak memberikan sinyal apapun tentang EVA yang akan datang dan karenanya tidak memberikan indikasi apapun tentang kinerja yang akan datang.
EVA sebagai Filosofi Perusahaan
EVA sangat berguna untuk meningkatkan produktivitas perusahaan, apabila EVA diterapkan sebagai filosofi perusahaan. Produktivitas harus diukur dalam bentuk penciptaan kekayaan untuk para pemegang saham. Suatu filosofi perusahaan yang tepat harus menghasilkan keselarasan tujuan (goal congruence) dan harus menyalurkan semua usaha manajer dan karyawan ke arah tujuan dan strategi perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Perusahaan dapat meningkatkan nilainya hanya jika perusahaan mampu mencapai produktivitas optimal, dalam jangka waktu perioda yang panjang. Selama bertahun-tahun ahli manajemen dan konsultan telah mengusulkan banyak alat dan teknik untuk meningkatkan produktivitas. Alat dan teknik itu antara lain Management Information System (MIS), Business Process Reengineering (BPR), Enterprise Resource Planning (ERP). Meskipun semua alat tersebut mempunyai perspektif berbeda, tetapi tujuannya adalah meningkatkan produktivitas dalam arti fisik dan mengabaikan konsep nilai. MIS meningkatkan kualitas dan aliran informasi, BRP dengan menyederhanakan proses yang ada dan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah, dan ERP dengan memastikan alokasi yang efisien dan utilisasi sumber daya perusahaan. Alat tersebut memudahkan perusahaan meningkatkan produktivitas dan efisiensi yang pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan tetapi laba perusahaan yang meningkat, bukanlah jaminan untuk meningkatnya nilai para pemegang saham. Keberhasilan alat-alat ini digambarkan dalam pengurangan biaya pengiriman barang atau jasa kepada pelanggan, meskipun itu tidak selalu meningkatkan nilai para pemegang saham. Alat-alat tersebut gagal untuk membedakan aktivitas yang menciptakan nilai dan aktivitas yang menghancurkan nilai karena tidak mengukur surplus secara ekonomi yang dihasilkan oleh aktivitas yang berbeda.
EVA merupakan konsep yang mudah dipahami. EVA, sebagai filosofi perusahaan, memerlukan pemakaian EVA di setiap tingkat keputusan dalam organisasi. Sesungguhnya EVA harus diadopsi sebagai budaya dalam perusahaan daripada hanya digunakan untuk proyek. EVA ketika digunakan sebagai filosofi perusahaan tidak memerlukan estimasi yang tepat, oleh karena itu kesulitan dalam mengestimasi EVA tidak menjadi hambatan untuk membangun EVA sebagai budaya organisasi. Perusahaan dapat memperkirakan berapa kira-kira WACC sebagai cost of capital perusahaan yang akan digunakan dalam keputusan penganggaran modal. Oleh karena itu, tidak sulit bagi karyawan menggunakan EVA untuk pembuatan keputusan termasuk keputusan operasional.
Ada lebih dari 300 perusahaan yang telah menerapkan EVA sebagai filosofi perusahaan. Banyak dari perusahaan ini adalah perusahaan multinasional yang sukses seperti Coca-cola, Baush & Lomb, Briggs & Stratton dan Herman Miller. Budaya EVA dapat meningkatkan efisiensi dalam pemberian pelayanan dan memotivasi karyawan. Keunggulan EVA dibandingkan alat-alat lain (MIS, ERP,BRP) adalah kemampuan EVA meningkatkan nilai perusahaan karena mudah dipahami dan jelas secara konsep. EVA mempertimbangkan cost of capital dan hal ini harus dipahami oleh setiap orang yang terlibat dalam kegiatan operasional. Manajer berusaha untuk menyampaikan kepada semua karyawan bahwa setiap aktivitas adalah aktivitas yang meningkatkan nilai dan menghasilkan tingkat pengembalian melebihi cost of capital yang digunakan untuk aktivitas tersebut.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, metoda kompensasi berdasarkan EVA mampu mencapai keselarasan tujuan dan meminimalkan biaya keagenan (agency cost). Pemakaian EVA meningkatkan pengelolaan internal perusahaan dalam pengertian bahwa EVA memberikan motivasi kepada manajer untuk menghilangkan aktivitas yang bersifat merusak nilai dan hanya berinvestasi pada proyek yang diharapkan dapat meningkatkan nilai para pemegang saham.
Idealnya, sistem pengendalian manajemen harus mendorong manajer untuk mengendalikan dirinya sendiri daripada manajer yang diawasi karena manusia mempunyai kecenderungan tidak mau diawasi. Pemberian kompensasi yang dihubungkan dengan EVA membantu karyawan untuk mengawasi dirinya sendiri dalam setiap tindakan yang diambil untuk memastikan bahwa tindakan tersebut meningkatkan EVA perusahaan. Pemakaian EVA sebagai ukuran kompensasi, mendorong manajer menciptakan aktivitas yang bernilai sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. Pemakaian EVA sebagai ukuran kompensasi dapat menghasilkan perbaikan dalam efisiensi operasi dengan meningkatkan perputaran aktiva; mengarahkan manajer untuk menggunakan aktiva perusahaan lebih produktif; membuang aktiva yang tidak berguna dan mengurangi investasi baru (asumsi jika aktiva tidak dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang cukup jika dibandingkan dengan keseluruhan cost of capital); membantu mengurangi perbedaan tujuan/kepentingan antara manajer dengan para pemegang saham. Sehingga dapat disimpulkan bahwa EVA sebagai filosofi perusahaan dapat meningkatkan pengelolaan internal perusahaan dan menyelaraskan tujuan antara manajer dan para pemegang saham.
Kesimpulan
Konsep EVA didasarkan pada prinsip ekonomi yang sehat bahwa nilai perusahaan akan meningkat hanya jika dapat menghasilkan surplus melebihi cost of capital. Perusahaan memakai EVA secara internal sebagai ukuran kinerja untuk memperbaiki produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai para pemegang saham. EVA sebagai filosofi perusahaan dapat memberikan motivasi dan pembelajaran kepada karyawan untuk membedakan antara aktivitas penciptaan nilai dan aktivitas yang bersifat merusak nilai dan meningkatkan pengelolaan internal perusahaan. EVA akan mengarahkan seluruh usaha perusahaan dalam penciptaan nilai untuk para pemegang saham dan menyelaraskan tujuan manajer dengan tujuan para pemegang saham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar